Badan
Usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan
mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan
perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha
adalah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu
mengelola faktor-faktor produksi.
Faktor – faktor yang harus dihadapi
atau diperhitungkan di dalam pendirian suatu badan usaha, khususnya di bidang
IT adalah:
1. Barang dan Jasa yang akan dijual
2. Pemasaran barang dan jasa
3. Penentuan harga
4. Pembelian
5. Kebutuhan Tenaga Kerja
6. Organisasi intern
7. Pembelanjaan
8. Jenis badan usaha yang akan dipilih, dll.
Proses Pendirian Badan Usaha
1. Mengadakan rapat umum pemegang saham.
2. Dibuatkan akte notaris (nama-nama pendiri, komisaris, direksi, bidang usaha,
tujuan perusahaan didirikan).
3. Didaftarkan di pengadilan negeri (dokumen : izin domisili, surat tanda
daftar perusahaan (TDP), NPWP, bukti diri masing-masing).
4. Diberitahukan dalam lembaran negara (legalitas dari dept. kehakiman).
Adapun yang menjadi pokok yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan pendirian
badan usaha ialah :
Tahapan pengurusan izin pendirian
Bagi
perusahaan skala besar hal ini menjadi prinsip yang tidak boleh dihilangkan
demi kemajuan dan pengakuan atas perusahaan yang bersangkutan. Hasil akhir pada
tahapan ini adalah sebuah izin prinsip yang dikenal dengan Letter of Intent
yang dapat berupa izin sementara, izin tetap hinga izin perluasan. Untk beerapa
jenis perusahaan misalnya, sole distributor dari sebuah merek dagang, Letter of
Intent akan memberi turunan berupa Letter of Appointment sebagai bentuk surat
perjanjian keagenan yang merupakan izin perluasan jika perusahaan ini memberi
kesempatan pada perusahaan lain untuk mendistribusikan barang yang diproduksi.
Tahapan pengesahan menjadi badan hukum
Tidak
semua badan usaha mesti ber badan hukum. Akan tetapi setiap usaha yang memang
dimaksudkan untuk ekspansi atau berkembang menjadi berskala besar maka hal yang
harus dilakukan untuk mendapatkan izin atas kegiatan yang dilakukannya tidak
boleh mengabaikan hukum yang berlaku. Izin yang mengikat suatu bentuk usaha
tertentu di Indonesia memang terdapat lebih dari satu macam. Adapun pengakuan
badan hukum bisa didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),
hingga Undang-Undang Penanaman Modal Asing ( UU PMA ).
Tahapan penggolongan menurut bidang yang dijalani
Badan
usaha dikelompokkan kedalam berbagai jenis berdasarkan jenis bidang kegiatan
yang dijalani. Berkaitan dengan bidang tersebut, maka setiap pengurusan izin
disesuaikan dengan departemen yang membawahinya seperti kehutanan,
pertambangan, perdagangan, pertanian dsb. Badan hukum.
Tahapan mendapatkan pengakuan, pengesahan dan izin dari departemen lain yang
terkait
Departemen tertentu yang berhubungan langsung dengan jenis kegiatan badan usaha
akan mengeluarkan izin. Namun diluar itu, badan usaha juga harus mendapatkan
izin dari departemen lain yang pada nantinya akan bersinggungan dengan
operasional badan usaha misalnya Departemen Perdagangan mengeluarkan izin
pendirian industri pembuatan obat berupa SIUP. Maka sebgai kelanjutannya,
kegiatan ini harus mendapatkan sertifikasi juga dari BP POM, Izin Gangguan atau
HO dari Dinas Perizinan, Izin Reklame, dll.
Syarat Sah Kontrak (Perjanjian)
Menurut
Pasal 1338 ayat (1), perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah.
Untuk itu, pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata yang
menetapkan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
1. Kesepakatan
Kesepakatan
di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau
sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan
tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
2. Kecakapan
Kecakapan di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah
orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut
hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang
ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah
pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum
dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum
berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas)
tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti
cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal tertentu
Maksudnya
objek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi,
tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau
kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. Sebab yang dibolehkan
Maksudnya
isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat
memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Cara Membuat Kontrak (Perjanjian) Kerja
1. Masa Percobaan
Masa
percobaan dimaksudkan untuk memperhatikan calon buruh (magang), mampu atau
tidak untuk melakukan pekerjaan yang akan diserahkan kepadanya serta untuk
mengetahui kepribadian calon buruh (magang).
Mengenai pengaturan masa percobaan (Pasal 7 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
: PER-04/MEN/1986 tentang Tata Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang
Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Kerugian) ditentukan bahwa :
·
.
Hubungan kerja yang mempersyaratkan adanya masa percobaan, harus dinyatakan
secara tertulis.
·
1.
Lamanya masa percobaan sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan
dan boleh diadakan hanya untuk satu kali percobaan.
·
2.
Ketentuan adanya masa percobaan tidak berlaku untuk Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu.
Lama masa percobaan paling lama 3 (tiga) bulan, yang berarti bahwa masa
percobaan dapat diadakan untuk waktu kurang dari 3 (tiga) bulan, misalnya 1
(bulan), 1 1/2 (satu setengah) bulan, 2 (dua) bulan, 2 1/2 (dua setengah)
bulan. Jika masa percobaan lamanya kurang dari 3 (tiga) bulan, tidak boleh diadakan
masa percobaan lain dengan dalih lamanya masa percobaan belum mencapai 3 (tiga)
bulan, sebab masa percobaan hanya boleh diadakan 1 (satu) kali saja. Masa masa
percobaan ini harus dinyatakan secara tertulis lebih dahulu.
2. Yang Dapat Membuat Perjanjian Kerja
Pembuatan
kontrak kerja hanya dapat dilakukan oleh orang dewasa. Pengertian orang dewasa
di sini adalah:
• Menurut KUH Perdata, seseorang dianggap telah dewasa dan karenanya mampu
bertindak dalam lalu lintas hukum, jika telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun
atau telah kawin.
• Menurut Hukum Adat, seseorang disebut sebagai orang dewasa jika sudah
dipandang sebagai akil balik atau sudah kawin. Biasanya telah berumur 16 (enam
belas) tahun atau 18 (delapan belas) tahun.
• Menurut Hukum Perburuhan, orang dewasa ialah orang laki-laki maupun perempuan
yang berumur 18 tahun ke atas (Pasal 1 ayat (1) huruf b Undang-undang No. 12
Tahun 1948 tentang Undang-Undang Kerja Tahun 1984).
Berdasarkan uraian di atas maka orang yang dapat membuat perjanjian kerja
adalah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 tahun ke atas, tidak
peduli sudah kawin atau belum.
Menurut hukum perburuhan, orang yang belum dewasa dibagi atas :
• Anak, ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 14 tahun ke bawah.
• Orang muda, ialah orang laki-laki
maupun perempuan yang berumur di atas 14 tahun, akan tetapi di bawah 18 tahun.
Dalam Undang-undang Kerja disebutkan bahwa anak tidak boleh menjalankan
pekerjaan (pasal 2), dengan kata lain anak tidak dapat mengadakan perjanjian
kerja.
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Bentuk
dari Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan perjanjian kerja
untuk waktu tidak tertentu.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin, serta harus memuat :
1. nama dan alamat pengusaha/perusahaan
2. nama, alamat, umur dan jenis kelamin buruh
3. jabatan atau jenis/macam pekerjaan
4. besarnya upah serta cara pembayarannya
5. hak dan kewajiban buruh
6. hak dan kewajiban pengusaha
7. syarat-syarat kerjanya
8. jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
9. tempat atau lokasi kerja
10. tempat dan tanggal Perjanjian Kerja dibuat dan tanggal mulai berlaku.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat rangkap 3 (tiga) dan masing-masing
untuk buruh, pengusaha dan Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus didaftarkan pada Kandep setempat
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
Biaya-biaya dalam rangka pembuatan perjanjian kerja menjadi tanggungan
pengusaha.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu bentuknya bebas artinya dapat
dibuat secara tertulis maupun lisan. Selain itu bahasa maupun yang digunakan
juga bebas, demikian juga dibuat rangkap berapa terserah pada kedua belah
pihak.
4. Isi Perjanjian Kerja
Baik dalam
KUH Perdata maupun dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/PER/1986
tentang Kesepakatan Kerja Untuk Waktu Tertentu tidak ditentukan tentang isi
dari perjanjian kerja. Pada pokoknya isi dari perjanjian kerja tidak dilarang
oleh peraturan perundangan atau tidak bertentangan dengan ketertiban atau
kesusilaan.
Dalam praktek, pada umumnya isi perjanjian kerja biasanya mengenai besarnya
upah, macam pekerjaan dan jangka waktunya.
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat oleh pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, sedangkan perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang
dibuat oleh serikat pekerja dengan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja.
5. Jangka Waktu Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu
Dalam
perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu, dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya
1 (satu) kali saja dengan waktu yang sama, tetapi paling lama 1 (satu) tahun.
Untuk mengadakan perpanjangan pengusaha harus memberitahukan maksudnya secara
tertulis kepada buruh selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian
kerja untuk waktu tertentu tersebut berakhir.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diperbaharui hanya 1 (satu) kali saja dan pembeharuan tersebut
baru dapat diadakan setelah 21 (dua puluh satu) hari dari berakhirnya
perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut.
6. Penggunaan Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan
tertentu yang menurut sifat, jenis atau kegiatannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
• Sekali selesai atau sementara sifatnya
• Diperkirakan untuk waktu yang tidak terlalu lama akan selesai
• Bersifat musiman atau yang berulang kembali
• Bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya merupakan
penunjang
• Berhubungan dengan produk baru, atau kegiatan baru atau tambahan yang masih
dalam percobaan atau penjajagan.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat diadakan untuk semua
pekerjaan, tidak membedakan sifat, jenis dan kegiatannya.
7. Uang Panjar
Jika pada suatu pembuatan perjanjian kerja diberikan oleh majikan dan
diterima oleh buruh uang panjar, maka pihak manapun tidak berwenang membatalkan
kontrak (perjanjian) kerja itu dengan jalan tidak meminta kembali atau
mengembalikan uang panjar (Pasal 1601e KUH Perdata). Meskipun uang panjar
dikembalikan atau dianggap telah hilang, perjanjian kerja tetap ada.Untuk
Keppres belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai kontrak kerja.
Peraturan Pemerintah yang mengatur
tentang perjanjian kontrak kerja bagi (Serikat Buruh) adalah PP No. 49 Tahun
1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan.
Untuk kontrak kerja (tenaga lokal) dilingkungan MIGAS pada prinsipnya inti dari
semua syarat, sifat dari kontrak tersebut adalah sama hanya isi dan pelaksanaan
kontrak kerja tergantung dari kebijakan masing-masing perusahaan.
Kembali Ke Halaman Utama
Kembali Ke Halaman Utama
No comments:
Post a Comment